by admin admin No Comments

TEMPO.CO, JakartaKetua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Keadilah Sejahtera (PKS) Mulyanto mengapresiasi keputusan pemerintah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Namun ke depan, ia meminta pemerintah lebih serius mengatur perizinan tambang usai sentralisasi perizinan melalui Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

“Sistem pengawasan perlu ditingkatkan, sehingga kerusakan lingkungan maupun dampak negatif terhadap masyarakat sekitar tambang dapat ditangkal,” kata Mulyanto melalui keterangan tertulis, Rabu, 11 Juni 2025.

Anggota Komisi Energi DPR RI 2019-2024 itu mengatakan pemerintah memiliki peran penting dalam pengawasan aktivitas pertambangan di wilayahnya. Sebab, secara demografis, pemerintah daerah yang lebih dekat dan paham atas kondisi lingkungan dan sosial masyarakat di teritorialnya. Dengan pengawasan ketat, Mulyanto berharap persoalan tambang seperti yang terjadi di Raja Ampat tidak terulang di daerah lain.

Sebelumnya, Greenpeace menemukan adanya aktivitas tambang di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran. Ketiganya termasuk kategori pulau kecil yang semestinya tidak boleh ditambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Analisis Greenpeace menunjukkan aktivitas tambang di ketiga pulau tersebut telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami. Dokumentasi di lapangan juga memperlihatkan adanya limpasan tanah yang mengalir ke pesisir sehingga menimbulkan sedimentasi yang membahayakan terumbu karang serta ekosistem laut. “Wilayah Raja Ampat akan rusak bila aktivitas tambang terus dibiarkan,” kata Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Global untuk Indonesia Kiki Taufik.

Adapun berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ada lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terbit di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kelima perusahaan tersebut, yaitu PT GAG Nikel—anak perusahaan PT Antam Tbk, PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KWS), PT Nurham.

Selain PT GAG Nikel, pemerintah mencabut empat IUP perusahaan tambang lain pada Selasa, 10 Juni 2025. Dalam konferensi pers, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan pencabutan izin tersebut merupakan hasil evaluasi menyeluruh yang melibatkan Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Sekretariat Negara, dan Sekretariat Kabinet. Ia berujar, keputusan ini merupakan arahan Presiden Prabowo Subianto yang memimpin langsung rapat terbatas tentang persoalan izin tambang di Raja Ampat.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan keputusan itu diambil setelah timnya menurunkan tim untuk mengecek kondisi di lapangan. Hasilnya, hanya PT GAG Nikel yang memperoleh Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2025. Sementara empat perusahaan lainnya tidak mengajukan.

Bahlil mengatakan total luas konsesi yang diberikan kepada PT GAG Nikel mencapai 13.136 hektare. Dari jumlah tersebut, baru 260 hektare yang telah dibuka. Adapun lebih dari 130 hektare telah direklamasi dan 54 hektare di antaranya dikembalikan kepada negara.

“Pulau Gag itu juga tidak berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat. Letaknya sekitar 42 km dari Payemo, pusat kawasan wisata utama, dan secara geografis lebih dekat ke Maluku Utara,” kata Bahlil.

  

Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor:  Di Balik Aturan OJK tentang Berbagi Risiko Asuransi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *