by admin admin No Comments

Jakarta, CNBC Indonesia – Indeks aktivitas manufaktur Indonesia melandai, berdasarkan data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Jumat (1/3/2024). Pemerintah menilai, pelemahan angka indeks disebabkan aktivitas ekonomi global yang melambat pada tahun ini.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, dampak dari perlambatan aktivitas ekonomi global ini akan mempengaruhi kinerja ekspor tanah air, karena melemahnya permintaan dari global.


“Memang antisipasinya dengan global yang masih mengalami perlambatan, ketidakpastian seperti ini, ekspor kita ya harus kita jaga,” kata Susiwijono saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (1/3/2024).

Angka PMI manufaktur Indonesia sebagaimana diketahui melandai ke angka 52,7 pada Februari 2024. Ini adalah kali pertama PMI melandai dalam tiga bulan terakhir. Pada Januari 2024 angkanya 52,9, dan Desember 2023 sebesar 52,2.

Meski angka indeksnya turun pada Februari 2024, Susiwijono menekankan, PMI manufaktur Indonesia masih berada dalam zona ekspansif, melanjutkan tren selama 30 bulan berturut-turut.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

“Industri kita kan banyak juga yang orientasi ekspor, sebenernya angka 52,7 mengkonfirmasi di tengah kondisi global saat ini manufaktur kita tetap tumbuh tinggi,” tegas Susiwijono.

S&P menjelaskan aktivitas manufaktur Indonesia ditopang oleh kenaikan permintaan dari dalam negeri. Sementara itu, permintaan dari luar negeri cenderung stagnan.

“Aktivitas manufaktur terus meningkat. Kondisi ini ditopang permintaan domestik yang solid tetapi permintaan luar negeri cenderung stagnan. Perlu dilihat dalam beberapa bulan ke depan di tengah adanya tanda-tanda pengetatan ekonomi global,” tutur tutur Jingyi Pan, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, dikutip dari website resmi mereka.

Dia menambahkan inflasi ongkos input naik cukup tajam pada Februari yang dikaitkan dengan kenaikan ongkos bahan mentah. Kenaikan ini belum dimasukkan dalam ongkos output sehingga akan diteruskan melalui biaya pengeluaran di masa mendatang yang berimbas pada kenaikan harga ke depan. Kondisi in bisa mengancam permintaan dan pertumbuhan output.

“Secara keseluruhan, sentimen di antara perusahaan manufaktur membaik pada Februari. Degan proyeksi adanya perbaikan indikator pada permintaan baru, kita memperkirakan output perusahaan akan naik dalam waktu dekat,” tegas Jingyi.

[Gambas:Video CNBC]


(arm/mij)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *