
Jakarta, CNBC Indonesia – NATO terancam “mati”. Hal ini menjadi pembicaraan hangat di Eropa di tengah pertemuan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia yang berlangsung di Arab Saudi, Selasa.
Pembicaraan menteri luar negeri pemerintahan Presiden Donald Trump dilakukan hanya dengan menteri luar negeri pemerintahan Presiden Vladimir Putin. Pembicaraan pun, meski disebut membicarakan perdamaian Rusia dan Ukraina, tak melibatkan Kyiv bahkan negara-negara Eropa, sekutu dekat Washington.
France24 misalnya membuat pemberitaan soal “apakah kita segera melihat kematian dari NATO?”. Disinggung bagaimana pemimpin negara-negara Eropa melakukan pertemuan Senin di tengah Forum Keamanan Munich (MSC) dengan Istana Elysee Prancis, menjadi tuan rumahnya.
“Semua orang di pertemuan ini menyadari bahwa hubungan transatlantik, aliansi NATO, dan persahabatan kita dengan Amerika Serikat telah memasuki fase baru. Kita semua melihatnya,” kata Perdana Menteri (PM) Polandia Donald Tusk.
Bagaimana ini terjadi?
Mengutip The Guardian, setidaknya ini terjadi setelah muncul tanda “AS akan meninggalkan NATO”. Dalam MSC, kejutan datang dari Wakil Presiden AS JD Vance yang menyerang Eropa.
Dalam pidatonya, ia mengisyaratkan bagaimana pertikaian antara Eropa dan AS kini memuncak. Bukan berkaitan dengan beban militer saja atau ancaman keamanan yang ditimbulkan Rusia, tapi sesuatu yang lebih mendasar dalam masyarakat yakni nilai-nilai yang dipercaya.
“Selama bertahun-tahun, kita telah diberi tahu bahwa semua yang kita danai dan dukung adalah atas nama nilai-nilai demokrasi kita bersama,” katanya menyerang Eropa, dikutip Rabu (19/2/2025).
“Namun, kami melihat Eropa saat ini dan bertanya-tanya mengapa para pemenang perang dingin telah meninggalkan nilai-nilai yang memungkinkan mereka menang melawan kekuatan tirani di benua,” tambahnya.
Dari pernyataan Vance, pesan AS tersirat tapi jelas. NATO didirikan dalam perang dingin sebagai ekspresi tekad AS untuk mempertahankan nilai-nilai Barat bersama, tetapi jika nilai-nilai itu tidak lagi dianut bersama, maka tujuan moral NATO itu sendiri pun sirna.
Namun sebenarnya sejak terpilih, Trump memang kerap memberi ancaman AS akan meninggalkan NATO. Ia menyebut sekutu AS tidak membayar cukup untuk pertahanan mereka.
“Jika mereka membayar tagihan mereka, dan jika saya pikir mereka memperlakukan kita dengan adil, jawabannya adalah saya akan tetap bersama NATO. Tetapi ada juga kemungkinan benar-benar Amerika akan keluar,” ujar Trump saat wawancara di NBC Desember, dimuat pula oleh AFP.
Penegasan Zelensky
Penegasan pun diberikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Ia berkata bahwa pernyataan Wakil Trump, Vance, telah menegaskan aliansi transatlantik sudah selesai.
“Wakil presiden AS menegaskan: hubungan lama antara Eropa dan Amerika selama puluhan tahun akan berakhir. Mulai sekarang, segalanya akan berbeda, dan Eropa perlu menyesuaikan diri dengan itu,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, AS memang tak membutuhkan lagi Eropa. Bukti barunya adalah tak ada Eropa disebut dalam pembicaraan baru-baru ini, antara dirinya dan NATO.
“Trump tidak pernah menyebutkan bahwa Amerika membutuhkan Eropa di meja perundingan. Itu sudah sangat jelas. Masa lalu sudah berakhir- ketika Amerika mendukung Eropa hanya karena memang selalu mendukungnya,” tambahnya.
Kemenangan Putin?
Sementara dalam tulisannya di laman Spectator, penulis dan jurnalis Stephen Pollard mengatakan bahwa sebenarnya tak ada aliansi pertahanan yang lebih efektif dan sukses dalam sejarah selain NATO. Persatuan dan tekad anggota NATO membuat Uni Soviet memahami bahwa doktrin ‘Pembalasan Besar-besaran’ nyata sehingga negara yang sudah tak eksis lagi itu tidak menyerang.
“Namun, jelas dari peristiwa minggu ini… bahwa NATO sekarang secara efektif mati sebagai kekuatan serius untuk pertahanan dan pencegahan, dipadamkan oleh miopia dan kelemahan kelas politik Eropa,” ujarnya.
“Invasi Rusia ke Ukraina, pertama pada tahun 2014 dan kemudian pada tahun 2022, menunjukkan betapa lemahnya pencegahan sejak jatuhnya Uni Soviet. Jelas Ukraina bukan anggota NATO, tetapi Putin jelas sedang menguji situasi pada tahun 2014 ketika ia menginvasi Krimea,” tambahnya.
“Tidak adanya tanggapan dari Eropa atau AS selain beberapa kata-kata marah membuatnya menarik kesimpulan yang sepenuhnya rasional. Bahwa aliansi Barat tidak akan menimbulkan ancaman serius terhadap penaklukan militernya.”
Kondisi genting pun makin terlihat saat ini. Menurutnya, di bawah kepemimpinan Trump, AS membuat rencana perdamaian Rusia-Ukraina, yang seperti “penyerahan diri” ke Putin.
“Ia jelas tidak mau memperpanjang peran AS pascaperang dunia kedua sebagai penjamin keamanan di Eropa. Dan dia berencana untuk menyerahkan Ukraina kepada Putin,” ujarnya.
“Tidak hanya menghancurkan jalinan aliansi pertahanan Barat tetapi juga menempatkan kebebasan negara-negara Baltik dan negara-negara lain pada risiko besar,” tambahnya.
“Siapa pun yang berpikir bahwa perlindungan Pasal 5 piagam NATO, bahwa serangan terhadap satu negara anggota adalah serangan terhadap semua, masih penting, berarti hidup di negeri khayalan,” tegasnya.
“Terlepas dari semua kesalahan Trump, penjahat sebenarnya adalah orang Eropa sendiri. Kita menepuk punggung kita sendiri karena mendukung Ukraina. Kita membanggakan bahwa jumlah total yang dihabiskan oleh Eropa untuk membela Ukraina melebihi komitmen AS hingga saat ini. Namun kenyataannya adalah bahwa tanggapan kita sangat minim, dengan argumen yang menggelikan tentang bagian mana dari senjata mana yang dapat digunakan, oleh siapa senjata tersebut dapat digunakan, dan di mana senjata tersebut dapat digunakan,” jelasnya.
“NATO sekarang secara efektif telah mati sebagai kekuatan serius untuk pertahanan dan pencegahan.”
Next Article Bos NATO Tiba-Tiba Warning Keras AS-Eropa, Kenapa?