
Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, dan pengembang duduk bersama membahas persoalan credit scoring atau SLIK yang dianggap menjadi salah satu hambatan untuk menyerap permintaan hunian subsidi secara optimal.
Menteri PKP Maruarar Sirait menjadi tuan rumah dan moderator dalam audiensi yang dilangsungkan di gedung Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Jakarta, pada Kamis malam (24/4/2025).
“Saya menjadi moderator saja ya pak. Karena tugas kami juga, selain membangun rumah, menjadi fasilitator dan menjadi regulator. Hari ini saya menjalankan fungsi sebagai fasilitator dan moderator. Karena regulatornya ada di Pak Dian (Anggota Dewan Komisioner OJK Dian Ediana Rae),” ucap Ara saat memulai audiensi terkait SLIK.
Pendapat dan keluhan disampaikan oleh beberapa asosiasi pengembang yang hadir. Mereka satu suara menyatakan bahwa SLIK menjadi penghambat bagi masyarakat dalam pengajuan rumah.
Sebab, menurut mereka, meskipun memiliki utang hanya ratusan ribu rupiah, pengajuan tertolak karena masuk dalam credit scoring.
“Jadi, masyarakat kita masih banyak terganjal, terkait SLIK OJK, yang nilainya tidak besar, tapi sangat menginginkan KPR rumah bersubsidi,” ujar Ketua Umum APERSI Junaidi Abdillah.
Keresahan lain juga timbul dari waktu untuk hapus buku yang dinilai terlalu lama, yakni enam bulan. Hal tersebut menyulitkan dalam proses pengajuan karena permintaan jadi tertunda.
“Nah, ingin melunasi, tapi baru bisa dibersihkannya enam bulan. Padahal kita membangun rumah ini tiga bulan, empat bulan bisa akad kredit. Jadi kami mohon mungkin pertama percepatan daripada pembersihan nama konsumen kita,” kata perwakilan asosiasi pengembang lainnya.
Selain itu juga, adanya keresahan karena para pengembang melihat masyarakat yang terkena KOL karena utang ratusan ribu sama dengan jumlah utang yang sampai ratusan juta. Terutama kredit yang berasal dari pinjaman online dengan nominal kecil jika dibayar bisa mendapatkan credit scoring jelek.
“Bahwa kami berharap tidak disamakan bahwa teman yang punya pinjaman 1 juta, 2 juta, bahkan ratusan ribu itu menghambat. Jadi mungkin yang pinjol dan sebagainya ini mungkin perlakuannya khusus kami berharap mungkin tidak bisa dilakukan sama dengan pinjaman yang ratusan juta,” ujar salah satu pengembang yang turut menyampaikan kendala soal SLIK.
Para asosiasi pengembang yang hadir juga menantikan kerja nyata dari satgas penanganan hapus buku yang dikatakan akan segera dibuat. Sehingga permasalahan soal hapus buku dengan nominal yang kecil dapat diselesaikan segera.
Ia pun mengatakan bahwa konsumennya tidak bisa akad pembelian rumah karena terkena hapus buku dengan nilai hanya Rp54.000.
“Contoh hari ini ada di rumah kami seseorang terkena hapus buku Rp54.000. Dia sudah booking dari Januari, sudah mau akad rumahnya sudah jadi karena sudah tiga bulan, hari ini timbul KOL 5 sehingga tidak bisa dilanjutkan. Dia sudah mau membayar tidak dapat menemukan tempat membayarnya,” katanya.
Sebagai informasi, hapus buku adalah tindakan administratif bank untuk menghapus kredit yang macet dari neraca kewajiban kreditur tanpa menghapus hak tagih.
Meskipun dicecar oleh asosiasi pengembang bahwa penolakan pengajuan KPR terjadi karena SLIK, pihak perbankan memiliki data yang berbeda.
Para pihak bank yang hadir kompak mengatakan bahwa penolakan KPR karena SLIK hanya menyumbang 2% hingga 3% dari total penolakan. Sementara paling banyak adalah karena bank menilai kemampuan membayar atau repayment capacity yang jadi persoalan.
“Nah setelah kita pelajari populasi yang ditolak karena SLIK itu Pak, itu 3% jadi sebenarnya tidak terlalu besar. Tetapi yang terbesar menyebabkan ditolak karena memang kemampuan bayarnya tidak sebesar yang dimohonkan,” kata perwakilan dari Bank Mandiri.
Senada dengan Bank Mandiri, perwakilan dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menjelaskan bahwa penolakan yang terjadi karena kemampuan bayar konsumen dan bukan semata-mata karena SLIK.
“Alhamdulillah berdasarkan data tolakan SLIK ini juga tidak sangat tidak signifikan. Jadi bagi kami mungkin seperti tadi yang disampaikan, lebih banyak tolakan itu terkait masalah kecukupan repayment capacity,” ucap perwakilan dari BRI.
Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa walaupun SLIK lancar, belum tentu lolos dalam pengajuan jika kemampuan bayarnya tidak memenuhi kriteria.
Jawaban yang sama soal penolakan bukan karena SLIK juga diberikan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Bank Syariah Indonesia Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
Data yang dibawa oleh perbankan tersebut menguatkan bahwa SLIK bukan penghambat utama. BNI mengatakan bahwa penolakan karena SLIK hanya 2% dari populasi penolakan pengajuan KPR. Sementara BTN terdapat 2,7% saja penolakan karena SLIK dibandingkan keseluruhan.
Setelah asosiasi pengembang dan perbankan menyampaikan pendapatnya, OJK memiliki kesempatan untuk menjawab agar permasalahan SLIK dapat segera terselesaikan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Dian Ediana Rae menegaskan bahwa jika ada yang terkena SLIK bukan berarti langsung blacklist. Dian juga mengatakan jika ada kendala dalam pengajuan KPR karena SLIK bisa langsung mengadu ke OJK untuk ditangani segera.
“Tapi tidak masalah kami akan tangani segera. Jadi kalau ditolak semata-mata karena SLIK bisa adukan ke kita,” katanya.
“Jika ada data debitur dengan kapasitas pembayaran yang baik pasti akan jalan (proses pembelian rumah), ungkap Dian.
Dian juga menegaskan bahwa OJK sangat terbuka dalam hal aduan SLIK. Sebab OJK sangat mendukung program pemerintah soal pembangunan perumahan tersebut.
“Kalau ada sisa-sisa kami akan selesaikan. Jadi ada aduan soal SLIK bisa pengaduan. Agar kami pastikan program perumahan ini tidak terhambat,” katanya.
“Saya yakin appetite bank kita dengan ikut program ini sangat tinggi,” pungkasnya.
Sebagai tindak lanjut yang konkret, Menteri Ara menginisiasi pertemuan selanjutnya antara asosiasi pengembang dan OJK untuk membahas mengenai langkah nyata dari solusi terkait SLIK tersebut.
Sehingga program hunian subsidi tiga juta rumah dan soal backlog kepemilikan rumah dapat berjalan lancar karena penyerapan permintaan yang optimal.
Next Article Menteri Perumahan Buka-bukaan Soal Nasib Tapera di Era Prabowo