by admin admin No Comments

TEMPO.CO, Jakarta – Keberhasilan menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia menuai kontroversi karena ditempuh kurang dari 2 tahun.

Banyak pihak mempertanyakan singkatnya waktu pendidikan Ketum Partai Golkar itu, salah satunya Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago. Ia menilai ada ketidakwajaran dalam pemberian gelar doktor  yang diberikan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI kepada Bahlil. 

“Saya cuma mau pesan kepada pengelola SKSG dan pihak terkait di UI agar tidak membiasakan yang tidak wajar dan memperlihatkan yang tidak logis ke publik,” kata Andrinof kepada Tempo melalui pesan singkat pada Jumat, 18 Oktober 2024.  

Menurut Andrinof, program doktor—sekalipun jalur riset—tidak mungkin diselesaikan dalam 2 tahun. “Untuk sampai ke hasil studi pustaka yang kritis saja, itu hanya mungkin dicapai dengan membaca puluhan artikel jurnal dan buku dari berbagai sudut pandang dan berbagai riset empiris,” kata dia.  

Proses membaca bahan-bahan tersebut, kata Andrinof bisa memakan waktu 1 tahun. Selain itu, kata dia, masih ada tahap penulisan draft, penelitian lapangan, dan perolehan feedback dari tim promotor.

Salah satu alumni UI, Harris Muttaqin, membuat petisi yang disebarkan melalui platform change.org dengan judul “Tolak Komersialisasi Gelar Doktor, Pertahankan Integritas Akademik” pada 17 Oktober 2024. Hingga Jumat, 18 Oktober 2024, petisi ini telah mendapatkan 4 ribu tanda tangan. 

Haris mendesak pihak rektorat untuk segera membentuk tim independen guna menginvestigasi dugaan komersialisasi dalam penyelesaian studi doktoral Bahlil. Jika ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan, ia meminta gelar doktornya dicabut.

Selain itu, petisi ini juga mendesak peningkatan pengawasan terhadap proses penyelesaian studi doktoral oleh lembaga akreditasi dan pihak terkait. Rektorat Universitas Indonesia diharapkan mempublikasikan secara transparan seluruh informasi terkait persyaratan, prosedur, dan biaya dalam penyelesaian studi doktoral Bahlil.

Harris mengatakan, dalam Pasal 29 ayat 1 Peraturan Rektor UI Nomor 3 Tahun 2024 tertulis bahwa masa tempuh kurikulum program doktor dirancang sepanjang 6 semester yang terdiri dari 2 semester pembelajaran yang mendukung penelitian dan 4 semester penelitian. Pada ayat 4 di pasal yang sama mengatakan bahwa masa tempuh kurikulum dapat berbeda dengan ketentuan khusus untuk program studi yang diselenggarakan bekerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri.

Sementara itu, untuk program doktor jalur riset, Pasal 29 menyatakan bahwa mahasiswa wajib melaksanakan kajian literatur, khususnya pada jurnal ilmiah bereputasi yang berkaitan dengan riset utama mereka, dengan bobot 10 (sepuluh) SKS.

Selain itu, mahasiswa juga harus mengikuti perkuliahan Program Doktor Jalur Riset yang dilaksanakan sepenuhnya di UI atau sebagian di mitra universitas luar negeri melalui Program Double Degree, Dual Degree, Program Joint Degree, atau program mobilitas internasional.

“Masa studi untuk program doktor biasanya memerlukan waktu yang lebih panjang untuk memastikan kedalaman penelitian dan kualitas akademik yang tinggi,” ujar Harris dalam keterangan yang diterima Tempo, Kamis, 17 Oktober 2024.

Scroll Untuk Melanjutkan

Selain itu, ada dugaan bahwa karya tulis Bahlil Lahadalia diterbitkan di jurnal predator, yang dikenal tidak memiliki standar akademik yang memadai. Menurut Harris, hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang validitas dan kredibilitas penelitian yang dilakukannya. “Publikasi di jurnal predator menunjukkan potensi pelanggaran etika akademik dan merugikan reputasi UI sebagai institusi pendidikan tinggi terkemuka,” ujarnya.

Jawaban UI dan Bahlil

Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) UI, Amelita Lusia, mengatakan, Bahlil tercatat sebagai mahasiswa SKSG UI tahun 2022. Ia mendaftar melalui jalur riset dalam program doktor UI. “Jadi, program doktor di SKSG ada yang by research, sama seperti di beberapa perguruan tinggi lain,” kata Amelita saat dihubungi, Rabu, 16 Oktober 2024.

Bahlil mengatakan bahwa ia mampu menyelesaikan program doktoralnya kurang dari dua tahun. Ia mengaku prosesnya mendapatkan gelar doktor dalam waktu singkat itu cukup sulit. Namun ia memaksimalkan waktu semenjak kuliah di S1.

Alasan Bahlil bisa mendapat gelar doktor di waktu yang cepat adalah karena fokus dan rela mengalokasikan waktu di antara banyak kesibukan. “Saya dalam proses tidak pernah ada pemberian atau cuma-cuma. Semuanya perjuangan,” ucapnya saat ditemui usai melakukan Sidang Terbuka Promosi Doktor di UI.

Dewan Guru Besar Gelar Rapat Khusus

Dewan Guru Besar Universitas Indonesia menggelar rapat untuk membahas kasus pemberian gelar doktor dari Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, pada hari ini, 18 Oktober 2024.

Ketua Dewan Guru Besar UI, Harkristuti Harkrisnowo, membenarkan adanya rapat tersebut. “Iya (ada rapat),” kata Harkristuti kepada Tempo melalui pesan singkat pada Jumat, 18 Oktober 2024.

Berdasarkan surat undangan rapat yang diterima Tempo, rapat tersebut membahas tiga agenda. Agenda pertama disebutkan akan membahas pemberian gelar doktor kepada Bahlil. “Diskusi Etika dan Moral Kasus SKSG,” demikian bunyi petikan surat tersebut.  


  
berkontrbusi dalam penulisan artikel ini

Pilihan Editor Cerita Koordinator Staf Khusus Ari Dwipayana Pamit Jokowi, Siap Pulang ke UGM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *