by admin admin No Comments

TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meragukan manfaat pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) kepada sejumlah ormas keagamaan yang diatur dalam revisi PP Minerba yang ditandatangani Presiden pada Kamis, 31 Mei 2024.

Mulyanto khawatir pemberian prioritas IUPK kepada ormas keagamaan membuat tata kelola pertambangan semakin amburadul. “Sekarang saja persoalan tambang illegal sudah seperti benang kusut. Belum lagi dugaan adanya beking aparat tinggi yang membuat berbagai kasus jalan di tempat,” kata Mulyanto dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 1 Juni 2024.

Sementara pembentukan Satgas Terpadu Tambang Ilegal, kata Mulyanto, sampai hari ini tidak ada kemajuan berarti. “Semua masih jadi PR yang harus diselesaikan,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Mulyanto melihat Presiden gagal menentukan skala prioritas kebijakan pengelolaan minerba. Saat ini menurutnya yang sebetulnya dibutuhkan adalah penguatan instrumen pengawasan pengelolaan tambang minerba. “Bukan bagi-bagi izin. Saat ini saja dua orang mantan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara menjadi terpidana. Sampai hari ini Dirjen Minerba belum ada definitif,” ucapnya.

Pemerintah menurutnya masih menjadikan IUPK sebagai komoditas transaksi politik dengan kelompok-kelompok tertentu. “Saya sudah baca revisi PP Minerba yang baru saja ditandatangani Presiden. Memang tertulis yang diberikan prioritas IUPK adalah ‘badan usaha’ yang dimiliki ormas keagamaan,” ujar dia.

Scroll Untuk Melanjutkan

Semestinya, izin usaha pertambangan khusus itu diberikan kepada badan usaha, bukan ormas keagamaan. Memang, menurut Mulyanto, secara regulasi-administrasi ha ini nampak masih dibenarkan dan sesuai dengan UU Minerba. “Namun dalam sudut pandang politik, upaya ini sangat kentara motif bagi-bagi kue ekonominya,” ucap dia.

Lantaran sudah kadung ditetapkan, kini menurut Mulyanto, kebijakan ini perlu terus dipantau. “Apakah benar-benar profesional dalam menjalankan RKAB tambang dengan baik. Serta berkontribusi bagi peningkatan penerimaan keuangan negara (PNBP),” kata Mulyanto. “Atau menjadi sekedar badan usaha abal-abal. “Perusahaan ali-baba. Di depan Ormas keagamaan di dalamnya perusahaan yang itu-itu juga,” ujarnya lagi.

Mulyanto pesimis pengelolaan tambang oleh orms ini bakal baik ke depannya. Apalagi ia yakin betul kalau di balik ormas-ormas ini nantinya adalah nama-nama lama seperti penguasaha mantan pemilik Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau yang terafiliasi. Mulyanto skeptis kalau ormas-ormas ini kelak bakal menguasai saham pengendali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *