Jakarta (ANTARA) – Kredit motor merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor secara mencicil.
Meskipun mempermudah dalam memiliki motor tanpa harus membayar penuh di awal, ada pertanyaan yang sering muncul di kalangan umat Islam: Apakah kredit motor termasuk riba?
Sebagai kebutuhan masyarakat mayoritas Muslim
Sepeda motor telah menjadi sarana mobilitas yang sangat vital bagi masyarakat di Indonesia. Dengan populasi yang besar dan infrastruktur jalan yang sering kali padat, sepeda motor menawarkan solusi transportasi yang efisien dan terjangkau.
Bagi banyak orang, sepeda motor adalah alat transportasi utama yang memungkinkan mereka untuk menjangkau tempat kerja, sekolah, pasar dan layanan penting lainnya dengan lebih cepat dibandingkan dengan kendaraan lain. Selain itu, sepeda motor juga menjadi pilihan yang lebih ekonomis dalam hal konsumsi bahan bakar dan biaya perawatan menjadikannya populer di kalangan berbagai lapisan masyarakat.
Saat ini berbagai jenis pilihan motor sangat beragam. Namun, sebanding dengan fitur dan spesifikasi yang ditawarkan, harga sepeda motor terbilang mahal saat ini.
Oleh karena itu opsi pembelian dengan sistem kredit pun ditawarkan, banyak showroom ataupun brand sepeda motor yang bekerja sama dengan leasing dalam menjalankan sistem kredit untuk para konsumen.
Namun, dalam praktiknya perusahaan leasing, khususnya konvensional, menetapkan bunga untuk setiap cicilan yang dilakukan. Bunga inilah yang termasuk ke dalam unsur riba dan tidak diizinkan secara syariat Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia.
Definisi kredit motor
Kredit motor adalah sistem pembelian kendaraan bermotor secara cicilan dengan melibatkan pihak ketiga, biasanya lembaga pembiayaan atau bank. Dalam sistem ini, pembeli membayar uang muka (down payment) dan melunasi sisa harga motor dalam bentuk cicilan bulanan yang telah ditentukan. Pada umumnya, cicilan ini dikenakan bunga sebagai keuntungan bagi pihak pemberi pinjaman.
Riba dalam Perspektif Islam
Riba dalam Islam diartikan sebagai penambahan nilai yang diambil secara tidak adil dalam transaksi pinjaman atau jual beli. Riba dilarang keras dalam Al-Qur’an dan Hadis karena dianggap merugikan dan menindas salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةًۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imran: 130)
Ayat ini menegaskan larangan terhadap riba, terutama dalam bentuk pengambilan keuntungan berlebih dari pinjaman yang diberikan.
Adapula dituliskan dalam surah Al-Baqarah:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..” (Q.S Al-Baqarah: 275).
Selain itu, ditegaskan juga dalam surah An-Nisa ayat 161:
وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“Dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (Q.S. An-Nisa: 161).
Haram-nya riba dijelaskan pula dalam kitab Al Musaqqah, Rasulullah bersabda :
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Jabir berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “Mereka itu semuanya sama.”(H.R Muslim)
Pandangan ini didasarkan pada prinsip bahwa dalam Islam, setiap bentuk penambahan atas pokok utang yang disebabkan oleh faktor waktu dianggap sebagai riba dan dengan demikian, diharamkan.
Apakah Kredit Motor Termasuk Riba?
Dalam praktik kredit motor, terdapat dua skema yang umumnya digunakan, yaitu kredit dengan bunga dan kredit tanpa bunga. Kredit dengan bunga adalah skema yang paling banyak digunakan, di mana pihak pembeli diwajibkan membayar cicilan dengan bunga yang telah ditentukan oleh lembaga pembiayaan.
1. Kredit dengan Bunga:
Dalam kredit motor dengan bunga, terdapat tambahan biaya yang dikenakan kepada pembeli berupa bunga atas pinjaman yang diberikan. Bunga ini dianggap sebagai riba oleh sebagian ulama karena merupakan tambahan yang tidak dibenarkan dalam Islam, sesuai dengan definisi riba sebagai keuntungan tambahan dari suatu transaksi yang merugikan pihak lain.
Pendapat ini berdasarkan pada prinsip bahwa setiap penambahan yang diambil dari pinjaman dianggap sebagai riba. Oleh karena itu, jika kredit motor melibatkan bunga, maka hal itu termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam Islam.
2. Kredit Tanpa Bunga:
Ada juga lembaga pembiayaan yang menawarkan kredit motor tanpa bunga, di mana pembeli hanya membayar cicilan sesuai dengan harga asli motor tanpa ada tambahan bunga. Skema ini tidak termasuk riba, karena tidak ada unsur tambahan yang merugikan pihak pembeli. Namun, biasanya lembaga pembiayaan menerapkan biaya administrasi atau margin keuntungan yang tetap sesuai kesepakatan awal, yang masih dianggap halal oleh sebagian ulama jika dilakukan dengan transparansi dan tanpa unsur penipuan.
Para ulama memiliki pandangan yang beragam tentang kredit motor. Sebagian besar ulama sepakat bahwa kredit motor dengan bunga masuk dalam kategori riba, karena melibatkan tambahan yang tidak sah. Namun, ada juga ulama yang membolehkan kredit motor selama dilakukan dengan skema tanpa bunga dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, seperti adanya keadilan, transparansi, dan tidak merugikan salah satu pihak.
Sebagai seorang Muslim, penting untuk mempertimbangkan hukum Islam dan mencari alternatif pembiayaan yang tidak mengandung unsur riba agar tetap sesuai dengan ajaran agama.
Baca juga: Bolehkah muslim merayakan ulang tahun? Simak hukumnya menurut Islam
Baca juga: Jenis-jenis riba yang dilarang Islam
Baca juga: Riba: Pengertian dan hukumnya dalam Islam
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024