by admin admin No Comments

Pengertian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan persyaratan KUR Mikro

Jakarta (ANTARA) – Pemerintah terus berinovasi dalam memperluas akses pembiayaan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia melalui berbagai program yang dirancang untuk mendukung pertumbuhan sektor ini.

Salah satu langkah utama adalah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang bertujuan memberikan kemudahan akses pembiayaan dengan bunga rendah dan persyaratan yang lebih fleksibel kepada pelaku UMKM.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah program pembiayaan bersubsidi pemerintah yang disalurkan oleh bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).

Dana KUR sepenuhnya berasal dari lembaga penyalur dan program ini menawarkan pembiayaan yang dapat digunakan untuk modal kerja maupun investasi. KUR ditujukan bagi UMKM yang memiliki usaha produktif dan layak, namun terkendala dengan agunan tambahan atau belum sepenuhnya memenuhi syarat sebagai nasabah bank (feasible namun belum bankable).

Dalam penyalurannya, KUR diprioritaskan untuk sektor-sektor produksi yang mencakup berbagai bidang yang menghasilkan barang dan/atau jasa, seperti:

  • Pertanian, perburuan dan kehutanan
  • Kelautan dan perikanan
  • Industri pengolahan
  • Konstruksi
  • Pertambangan garam rakyat
  • Pariwisata
  • Jasa produksi
  • Sektor produksi lainnya.

Melalui KUR, pemerintah memberikan subsidi berupa bunga rendah dan pola penjaminan. Agunan utama KUR adalah usaha atau objek yang dibiayai oleh pinjaman tersebut, sehingga pelaku usaha tetap dapat mengajukan kredit meski tanpa agunan tambahan.

Persyaratan penerima KUR Mikro telah diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Berikut adalah persyaratan bagi calon penerima KUR Mikro:

Persyaratan utama:

  • Usaha harus produktif dan layak dibiayai serta telah berjalan minimal 6 bulan.
  • Jika mengikuti pelatihan kewirausahaan, usaha harus sudah berjalan minimal 3 bulan.

Calon Penerima KUR Mikro meliputi:

  • Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM);
  • Anggota keluarga dari karyawan atau karyawati yang memiliki penghasilan tetap, atau bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI);
  • Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang telah purna tugas atau selesai bekerja di luar negeri;
  • Pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dengan adanya persyaratan yang lebih sederhana dan suku bunga yang rendah, program KUR diharapkan dapat mendukung lebih banyak pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya dan berkontribusi pada perekonomian nasional.

Baca juga: Sektor prioritas KUR dan daftar bank penyalur dananya

Baca juga: Suku bunga dan persyaratan pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Baca juga: Bolehkah alumni program prakerja ajukan KUR? Begini penjelasannya

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024

by admin admin No Comments

Tarif naik, ini jenis-jenis barang yang kena PPN

Jakarta (ANTARA) –

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan pada setiap transaksi pembelian atau penjualan barang dan jasa di Indonesia.

Bagi yang perusahaan atau lembaga ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), mempunyai kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan PPN ke DJP.

Selain itu, PKP pun boleh memungut PPN ke konsumennya. PKP memiliki dua prosedur pembayaran PPN yaitu pajak keluaran, pajak yang dibayarkan PKP saat menjual produknya dan pajak masukan atau pajak yang dibayarkan PKP saat membeli untuk pembuatan produk nya.

PPN ini menjadi salah satu sumber pendapatan penting bagi negara untuk mendukung berbagai anggaran program pembangunan.

Namun, tidak semua barang dan jasa dikenai PPN, ada klasifikasi tertentu mengenai jenis barang atau jasa apa saja yang terkena pajak ini.

Klasifikasi tersebut dikenal dengan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP).

Perlu diketahui bahwa di Indonesia saat ini tarif PPN berlaku sebesar 11 persen. Kemudian, tahun 2025 akan meningkat mencapai 12 persen. Hal ini berdasarkan UU HPP dalam pasal 7 ayat 1.

Jenis-Jenis Barang yang Terkena PPN

Berdasarkan UU PPN pasal 4 ayat 1, berikut ini objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

  • Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
  • Impor BKP
  • Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
  • Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  • Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
  • Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
  • Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP
  • Ekspor JKP oleh PKP

Selain itu, khusus untuk barang kena pajak (BKP), terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni sebagai berikut.

  • Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
  • Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP Tidak Berwujud,
  • Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean
  • Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Barang Kena Pajak (BKP) berwujud

Barang berwujud adalah barang yang memiliki bentuk fisik dan dapat dilihat, bergerak, tidak bergerak, atau disentuh. Contoh dari barang berwujud yang dikenakan PPN meliputi:

  • Barang elektronik, seperti televisi, kulkas, dan smartphone.
  • Pakaian dan barang-barang fashion.
  • Tanah dan bangunan.
  • Perabot rumah tangga, seperti kursi, meja, dan lemari.
  • Makanan olahan yang diproduksi kemasan, seperti makanan ringan dalam kemasan.
  • Kendaraan bermotor, termasuk mobil, motor, dan truk

Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud

Selain barang fisik, PPN juga dikenakan pada barang tidak berwujud atau yang tidak memiliki bentuk fisik. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut.

  • Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana perusahaan, formula rahasia, atau merek dagang.
  • Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah.
  • Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial

Dalam menerapkan barang kena pajak yang sama terhadap barang yang dikonsumsi atau transaksi, secara keseluruhan tidak bisa dibebankan PPN.

Hal ini dikarenakan terdapat beberapa barang menjadi kebutuhan pokok masyarakat, sehingga tidak dikenakan biaya PPN.

Oleh karena itu, UU PPN Indonesia menerapkan konsep negative list. Menurut teori ini, barang BKP adalah barang yang tidak tercantum dalam daftar non-BKP atau objek yang dibebaskan biaya PPN.

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024

by admin admin No Comments

Sektor prioritas KUR dan daftar bank penyalur dananya

Jakarta (ANTARA) – Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Dengan kontribusi lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), UMKM menjadi salah satu pilar utama yang menggerakkan ekonomi di tanah air.

Menurut data dari Kemenko Perekonomian, pemerintah terus berupaya mendorong penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memastikan sektor UMKM bisa terus berkembang. Awalnya, pemerintah menetapkan target penyaluran KUR sebesar Rp300 triliun pada tahun 2024, namun kemudian angka tersebut direvisi menjadi Rp280 triliun.

Menjelang tahun 2025, target penyaluran KUR diproyeksikan tetap di angka Rp280 triliun. Meski demikian, angka finalnya akan diputuskan secara resmi dalam rapat Komite Kebijakan Pembiayaan UMKM pada triwulan IV tahun 2024.

Dalam penyalurannya, KUR diprioritaskan untuk sektor-sektor produksi yang mencakup berbagai bidang yang menghasilkan barang dan/atau jasa, seperti:

  • Pertanian, perburuan dan kehutanan
  • Kelautan dan perikanan
  • Industri pengolahan
  • Konstruksi
  • Pertambangan garam rakyat
  • Pariwisata
  • Jasa produksi
  • Sektor produksi lainnya.

Baca juga: Jenis-jenis kredit usaha rakyat (KUR) dan kriteria penerimanya

Terdapat 46 lembaga bank yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai penyalur KUR untuk tahun 2024. Bank-bank ini telah dipercaya untuk menjalankan program tersebut karena memiliki jaringan yang luas dan pengalaman dalam menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Berikut adalah daftar lengkap bank penyalur KUR yang terlibat dalam program ini:

  1. BRI
  2. Bank Mandiri
  3. BNI
  4. BTN
  5. BCA
  6. Bank Bukopin
  7. Bank Maybank Indonesia
  8. Bank Sinarmas
  9. Bank Permata
  10. BTPN
  11. OCBC NISP
  12. Bank Artha Graha Internasional
  13. BRI Syariah
  14. BRI Agroniaga
  15. Bank Nationalnobu
  16. Bank Mandiri Taspen
  17. BNI Syariah
  18. Bank Mandiri Syariah
  19. BPD Bali
  20. BPD Kalbar
  21. BPD NTT
  22. BPD DIY
  23. BPD Sulselbar
  24. BPD Sumut
  25. BPD Sumbar (Bank Nagari)
  26. BPD Sumsel Babel
  27. BJB
  28. BPD Kalsel
  29. BPD Riau Kepri
  30. Bank NTB Syariah
  31. BPD Lampung
  32. BPD Papua
  33. BPD Bengkulu
  34. BPD Kaltimtara
  35. BPD Jambi
  36. BPD Jateng
  37. BPD Sultra
  38. BPD Kalteng
  39. BPD SulutGo
  40. BPD Jatim
  41. Internusa Tribuana Citra Multi Finance
  42. Indosurya Inti Finance
  43. First Indo American Leasing
  44. Koperasi Obor Mas
  45. Kospin Jasa
  46. KSP Guna Prima Dana

Itulah sektor prioritas KUR dan 46 jenis bank yang merupakan penyalur KUR di tahun 2024. Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan kemudahan dengan suku bunga KUR yang kompetitif, yaitu sebesar 6 persen per tahun serta plafon pinjaman yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan skala usaha debitur.

Baca juga: Suku bunga dan persyaratan pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Baca juga: Bolehkah alumni program prakerja ajukan KUR? Begini penjelasannya

Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024

by admin admin No Comments

PPN 2025 naik jadi 12 persen, ini penjelasannya

Jakarta (ANTARA) –

Pajak Penambahan Nilai atau PPN merupakan salah satu pajak yang wajib kita bayarkan saat melakukan transaksi jual beli yang termasuk dalam objek BKP (Barang Kena Pajak) atau Jasa Kena Pajak (JKP).

Kini, rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen kembali diperbincangkan publik menjelang diberlakukan pada 1 Januari 2025.

Perlu diketahui bahwa rencana kenaikan tarif PPN tersebut sudah tercantum di dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP pasal 7 ayat 1.

Alasan kenaikan PPN 12 persen

Kenaikan PPN menjadi 12 persen yang telah disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, bukanlah keputusan yang diambil tanpa alasan oleh pemerintahan.

Terdapat beberapa alasan mengapa pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif PPN sebesar 12 persen pada 2025.

Pertama, kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara. Sebagai salah satu sumber utama penerimaan negara, PPN memegang peranan penting dalam mendanai berbagai program pemerintah.

Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan pendanaan semakin meningkat, terutama setelah pandemi COVID-19 yang memperburuk kondisi fiskal dan kenaikan PPN ini sebagai upaya memperbaiki anggaran pemerintah.

Kedua, kenaikan PPN juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Indonesia masih bergantung pada utang untuk menutupi defisit anggaran.

Hal ini akan membantu menurunkan beban pembayaran utang dan menjaga perekonomian negara menjadi lebih stabil.

Ketiga, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen ini juga dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan standar internasional.

Saat ini, tarif PPN Indonesia yang berada di angka 11 persen yang kemudian akan naik mencapai 12 persen, masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan bahwa rata-rata PPN seluruh dunia, termasuk negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), memiliki tarif PPN sebesar 15 persen.

Kemudian, dengan kenaikan PPN 12 persen tersebut, dalam kebijakan fiskal pada 2025, ditetapkan pendapatan negara 12,08-12,77 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), belanja negara 14,21-15,22 persen PDB, keseimbangan primer 0,07 persen hingga minus 0,40 persen PDB, dan defisit 2,13-2,45 persen PDB.

Dampak kenaikan PPN 12 persen

Dengan alasan tersebut, tentunya terdapat dampak-dampak yang mungkin terjadi ketika sudah dilaksanakan kebijakan tersebut, terutama masyarakat dan pengusaha menengah ke bawah.

Kondisi tersebut bisa membuat daya beli masyarakat menurun, terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Mengapa demikian?

Rata-rata penghasilan masyarakat di Indonesia masih terbilang minim untuk menanggung biaya kebutuhan yang semakin mahal akibat terkena kenaikan biaya PPN tersebut.

Dampak tersebut disampaikan oleh ekonom senior, Drajad Wibowo, dirinya mengatakan bahwa kenaikan PPN seperti barang dijual dengan harga yang semakin mahal akan membuat minat orang membeli semakin sedikit.

Hal tersebut juga didukung dengan pendapat dari para ekonom lainnya, seperti ekonom senior INDEF, Aviliani dan ekonom senior CSIS, Deni Friawan, yang juga menilai kondisi ekonomi masyarakat masih belum siap untuk kenaikan PPN karena tingkat pengangguran yang masih tinggi, sehingga dibutuhkan pengkajian lebih lanjut untuk diterapkan.

Artinya, dampak dari kenaikan PPN 12 persen memungkinkan akan terjadi peningkatan inflasi. Tidak hanya itu, para pengusaha pun mesti terbebankan oleh biaya pajak yang semakin besar dengan minat konsumen yang sedikit.

Perlu diketahui, menurut peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi, Indef Ahmad Heri Firdaus, jika kenaikan PPN 12 persen jadi diresmikan, tarif PPN Indonesia akan menjadi yang tertinggi dan setara dengan Filipina dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya.

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024