Jakarta, CNBC Indonesia – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melakukan tinjauan ke jalan tol Cileunyi – Sumedang – Dawuan (Cisumdawu), dan menemukan beberapa hal penting yang harus diperhatikan.
KNKT menemukan 5 hal penting dari tol yang sudah beroperasi aktif sejak Juli 2023 itu.
Yaitu terkait Jalur Penghentian Darurat (JPD) atau jalur penyelamat, genangan air (standing water), terowongan kembar (twin tunnel), terminal dengan bantalan tabrakan (crash cushion), kecepatan desain dan kecepatan operasional.
Jalur Penyelamat
Secara umum, JPD di jalan tol Cisumdawu, jarak pandang, lebar jalur kurang dari 10 meter dan sudut masuk jalur penghentian darurat sebagian besar masih lebih besar dari 50. Selain itu masih terdapat bangunan rigid berupa pagar pengaman kaku atau dinding beton di sisi kanan dari arah masuk kendaraan pada dalam jalur penghentian darurat.
Disebutkan, hal ini berpotensi menjadi hazard. Dari beberapa kejadian kendaraan truk hancur ketika menabrak dinding beton dan menyebabkan pengemudi dan beberapa penumpang meninggal dunia.
Dalam penggunaan material penyusun JPD masih ditemukan menggunakan batuan kali dengan ukuran yang tidak seragam dan bercampur dengan pasir juga tanah, sehingga material landasan akan mudah memadat dan mengeras apabila terkena hujan dan panas.
Kondisi ini menghilangkan daya hambat dari gravel dan menyebabkan tidak mampu menghentikan laju kendaraan dan dapat menimbulkan fatalitas pengendara.
Genangan Air
Belum lagi ketika melihat hasil tinjauan di lapangan, diperlukan pembahasan kajian mengenai batasan atau toleransi tinggi genangan air (standing water) pada saat musim penghujan. Kondisi permukaan jalan akan cenderung basah dan terdapat genangan air, hal ini dapat mengakibatkan kendaraan tergelincir sehingga terjadi aquaplaning atau hydroplaning.
Jika merujuk pada standar standing water di landasan pacu bandara ketinggian maksimumnya adalah 3 mm dengan kecepatan kurang lebih 250 km/jam.
Sesuai aturan, kecepatan maksimum kendaraan di jalan tol adalah 100 km/jam dan 80 km/jam dalam kondisi apapun. Namun dalam kondisi hujan/basah kecepatan kendaraan perlu diturunkan untuk mencegah terjadinya aquaplaning atau hydroplaning.
“Oleh karena itu, KNKT melihat perlu diberlakukan aturan batasan tinggi genangan air (standing water) dan kecepatan maksimum kendaraan ketika dalam kondisi hujan disesuaikan dengan kondisi genangan air,” kata KNKT dalam laporan di situs resmi, dikutip Sabtu (9/3/2024).
Terowongan Kembar
Selain itu, pada jalan tol Cisumdawu terdapat terowongan kembar yang merupakan terowongan pertama dan terpanjang di Indonesia dengan panjang 472 meter yang berada di tol.
KNKT menilai perlu dibuat kesiapsiagaan tanggap darurat bencana (emergency response plan).
Hal ini diperlukan terkait bagaimana pola pemeriksaan terowongan ketika terjadi gempa, pergeseran permukaan tanah atau tertabrak kendaraan, bagaimana pola Manajemen Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) ketika terjadi kecelakaan di dalam terowongan.
Bantalan Tabrakan
Pada jalan tol Cisumdawu juga ditemukan terminal dengan bantalan tabrakan (crash cushion) ditempatkan pada Jalur Penghentian Darurat (JPD).
Disebutkan, ini justru menjadi hazard baru pada kendaraan yang akan menggunakan JPD, sehingga crush cushion pada JPD sebaiknya dihilangkan.
Kecepatan Desain
Mengenai kecepatan desain pada ramp off maupun ramp on berdasarkan Standar Geometri Jalan Bebas Hambatan untuk Jalan Tol No.007/BM/2009 adalah 40 km/jam dan kecepatan operasional pada ramp off maupun ramp on sebaiknya 80-85% dari kecepatan desain.
Khusus ramp off maupun ramp on kecepatan operasional dengan 40 km/jam atau 80 % dari design speed, maka kecepatan desain adalah 50 km/ jam.
“Guna meminimalisir terjadinya risiko kecelakaan khususnya para pengguna jalan tol Cisumdawu, besar harapan KNKT berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, temuan lapangan, masukan serta beberapa rekomendasi yang diberikan dapat segera diimplementasikan oleh pihak-pihak terkait. tegas pihak KNKT.
Artikel Selanjutnya
Video: Terowongan Tol Cisumdawu Aman Dilewati Pascagempa
(dce)