by admin admin No Comments

Sepuluh Tahun Tak Dapatkan Hak Milik, Penghuni Apartemen Malioboro City Sleman Protes

TEMPO.CO, YogyakartaSejumlah warga yang mengatasnamakan paguyuban Pemilik Apartemen Malioboro City Yogyakarta mendatangi kantor Pemerintah Kabupaten Sleman Yogyakarta Senin 13 Mei 2024.

Mereka mendesak Pemerintah Kabupaten Sleman segera turun tangan membantu menuntaskan kisruh dugaan penipuan pembelian apartemen yang berlokasi di Padukuhan Tambakbayan, Kelurahan Caturtunggal, Depok Sleman itu.

“Kami sudah lebih dari 10 tahun ini berjuang mendapatkan hak legalitas SHMSRS (sertifikat hak milik atas satuan rumah susun) yang tak kunjung diberikan pengembang,” kata perwakilan paguyuban, Budijono Senin 13 Mei 2024.

Tak kunjung diterbitkannya legalitas apartemen itu, kata Budijono, dilatarbelakangi permasalahan perizinan yang belum diselesaikan oleh pengembang. 

Dalam kasus ini, perizinan terkendala karena adanya pergantian status kepemilikan tanah dan sebagian aset apartemen dari PT Inti Hosmed selaku pengembang pertama proyek apartemen kepada PT Bank MNC. 

“Sampai saat ini juga belum ada kejelasan dari pihak MNC untuk meneruskan perijinan lebih lanjut menggantikan pihak pengembang pertama,” kata dia.

Para pemilik apartemen pun mendesak Pemkab Sleman untuk turun tangan agar pihak pengembang segera menyelesaikan perizinan yang terbengkalai.

“Harapan kami pemerintah daerah turun tangan, karena yang mempunyai kewenangan dalam mengawal dan mempercepat  penyelesaian dokumen sertifikat itu,” kata dia.

“Kami merasa tidak perlu dipertemukan dengan pihak pengembang karena tugas Pemkab Sleman untuk menekan pengembang agar membayar pajak yang sudah kami bayarkan pada saat pembelian unit tersebut,” imbuh dia.

Selama berjuang 10 tahun mendapatkan hak legalitas ini, paguyuban pemilik apartemen telah melakukan berbagai upaya. Mulai dari mengadukan persoalan ini ke pemerintah provinsi, DPR RI, DPRD DIY, DPRD Sleman, DPD RI bahkan ke Polda DIY atas dugaan penipuan.

Dari proses itu, sampai saat ini, baru satu orang yakni mantan direktur pengembang pertama proyek itu yang ditetapkan sebagai tersangka dan proses hukumnya masih berlanjut.

“Semestinya ada pihak lain turut bertanggung jawab karena jelas jelas kasus ini merugikan konsumen yang sudah membayar lunas,”

“Bahkan ada beberapa konsumen yang sudah membayar lunas tapi sampai saat ini belum mendapatkan  kunci unit yang dibelinya,” kata dia.

Budijono mengatakan, pihaknya belum akan menyerah sebelum kasus legalitas apartemen itu tuntas dan konsumen mendapatkan haknya.

“Kami akan terus menuntut hak kami, kami juga akan kembali menggelar aksi sampai aspirasi kami dikabulkan,” kata dia.

Scroll Untuk Melanjutkan

Setelah aksi besar bersamaan hari buruh pada 1 Mei 2024 lalu, paguyuban itu rencananya menggelar aksi kembali pada 3 Juni 2024 dengan melibatkan 500 orang di kantor Pemkab Sleman.

“Aksi 3 Juni nanti kami akan membawa serta 10 truk tronton sebagai simbol perjuangan selama 10 tahun terakhir yang tanpa hasil,” kata dia.

Adapun Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Sleman Haris Martapa menjelaskan pihaknya akan membantu proses penyelesaian perizinan sesuai dengan kewenangan Pemkab dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

“Dalam hal ini (permasalahan perizinan), Bupati Sleman berkomitmen untuk memediasi pihak terkait persoalan apartemen ini,  sesuai kewenangan kami,” kata dia.

Pemkab Sleman, kata dia, juga telah melakukan pertemuan dengan pengembang apartemen, baik PT Inti Hosmed dan PT Bank MNC baik secara terpisah maupun bersama pada 29 April 2024 lalu.

“Dari hasil pertemuan itu, disepakati kedua pihak (pengembang) akan bermusyawarah menyelesaikan teknis perizinan dalam jangka waktu satu bulan (hingga 29 Mei),” kata dia.

“Tentu kami mendorong seluruh pihak terkait dapat menyelesaikan hak dan kewajiban masing-masing, sehingga Pemkab Sleman dapat membantu melanjutkan proses perizinan,” ungkapnya.

Haris mengatakan untuk proses perizinan apartemen yang telah selesai yaitu Izin Pemanfaatan Tanah (IPT), Izin Lingkungan, Rencana Tata Bangunan (RTB), dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 

Sedangkan dokumen perizinan yang belum terselesaikan yaitu, Sertifikat Laik Fungsi (SLF), DELH, Pertelaan, dan SHM Sarusun (Satuan Rumah Susun). Sedangkan di luar perizinan adalah kewajiban penghuni apartemen untuk membentuk P3SRS (Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun) serta kewajiban pengembang menyerahkan fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Meski demikian, perwakilan paguyuban apartemen, Budijono, mengaku pesimis proses rembug pengembang itu bakal terwujud. 

“Proses (musyawarah pengembang) itu kami perkirakan tidak akan terjadi,” kata dia.

Sebab dari pengalaman dan proses yang dilalui 10 tahun terakhir, pihak pengembang dinilai hanya mengulur waktu.

“Apalagi menyangkut masalah pajak PPH dan BPHTB ini tanggungjawab siapa? karena konsumen sudah membayar semua di depan Lunas ke pengembang” katanya.

Pilihan Editor: Pabrik Sepatu Bata Gulung Tikar, Berikut Perjalanan Bisnisnya di Indonesia

by admin admin No Comments

Bali Maritime Toutism Hub disasar tingkatkan wisata kapal pesiar-yacht

ANTARA – Menteri BUMN Erick Thohir meninjau progres pembangunan proyek strategis nasional Bali Maritime Tourism Hub (BMTH), di kawasan Pelabuhan Benoa, Denpasar, Bali, Minggu (12/5). Menteri Erick juga menginginkan BMTH dapat menampung lebih banyak kapal pesiar maupun kapal yacht serta menjadi penghubung dengan pelabuhan-pelabuhan di wilayah Indonesia. (Rita Laura/Dudy Yanuwardhana/Ardi Irawan)

by admin admin No Comments

KPU: Dharma Pongrekun Sudah Serahkan Berkas Maju Pilgub DKI Jalur Independen

“Jadi kami ingin mengumumkan bahwa di hari ini tanggal 12 Mei 2024 pukul 23.59 WIB sekarang sudah berubah, ya, menjadi pukul 00.00 WIB tanggal 13 Mei 2024, kami KPU DKI Jakarta resmi menutup penyerahan dokumen syarat dukungan untuk bakal calon perseorangan di Pilgub dan Wagub Provinsi DKI Jakarta,” ujar Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi DKI Jakarta, Astri Megatari, kepada wartawan.

by admin admin No Comments

Komisi VII DPR Sebut Beri Izin Tambang ke Ormas Sebagai Reward Berjasa kepada Rezim Tidak Sehat

TEMPO.CO, Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI fraksi PKS, Mulyanto mengomentari rencana Pemerintah memberikan Izin Usaha Pertambangan bagi Organisasi Masyrakat atau Ormas Keagamaan. Menurut dia, siapapun berhak memperoleh izin. Namun ia mengaku tidak setuju jika alasan pemberian izin tambang lantaran pendekatan politis.

“Menerbitkan IUP atau Izin Usaha Pertambangan kepada ormas tertentu sebagai reward karena berjasa kepada rezim, tidak sehat bagi iklim pertambangan nasional,” ujarnya kepada Tempo 12 Mei 2024.

Ujung-ujungnya IUP tersebut tidak diusahakan, atau diusahakan dengan cara tidak profesional, yang akhirnya akan merusak lingkungan.

Menurut Mulyanto mengubah aturan sehingga membolehkan ormas mengelola tambang sah saja, agar perizinan tambang ini tidak terkesan eksklusif untuk perusahaan-perusahaan besar. Koperasi dan perorongan juga memungkinkan memperoleh izin pertambangan.  “Asalkan pendekatannya adalah pengusahaan secara profesional,” kata dia.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar menilai kebijakan ini syarat dengan kepentingan politik golongan, politik balas budi dan nepotisme. Ia mengatakan, di banyak negara, ada dua skema pengelolaan sumber daya mineral, yakni dikelola langsung oleh perusahaan pertambangan milik negara, atau diserahkan kepada swasta. “Kebijakan bagi-bagi konsesi tambang untuk ormas keagamaan adalah model ketiga, yang tidak pernah terjadi di negara mana pun,” ujarnya, Ahad 12 Mei 2024.

Menurut Askar, Kebijakan ini harus ditolak karena berpotensi merugikan negara, baik secara materil maupun imateril. Secara materil, ini akan merusak struktur pasar, memukul kepercayaan investor, dan menghilangkan potensi pendapatan negara. Secara imateril, ia berujar rencana ini sama saja dengan praktik di zaman orde baru dimana kekuatan negara mengontrol SDA lewat tangan-tangannya untuk memelihara kekuasaan.

Scroll Untuk Melanjutkan

Sebelumnya pemerintah berencana memberikan keleluasaan bagi ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Mineral dan Batu Bara, namun pemerintah tengah menyusun aturan untuk memangkas hambatannya lewat revisi PP Nomor 96 tahun 2021.

Laporan Majalah Tempo 14 April 2024, menyebutkan dalam dokumen revisi organisasi kemasyarakatan yang akan mendapatkan WIUPK adalah ormas keagamaan. Revisi disebut-sebut untuk memenuhi janji Presiden Jokowi kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Dalam pidatonya di Muktamar Nahdlatul Ulama Ke-34 di Lampung pada Desember 2021, Jokowi menawarkan konsesi pertanian hingga tambang kepada generasi muda organisasi kemasyarakatan itu.

Sejumlah politikus, termasuk di lingkaran Istana, mengatakan ucapan Jokowi itu bertujuan menggaet suara nahdliyin dalam pemilihan presiden atau pilpres 2024. Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar NU Rahmat Hidayat Pulungan pada 1 Maret 2024 menyatakan lembaganya telah mengajukan permohonan izin usaha pertambangan kepada pemerintah, yaitu mengelola bekas wilayah konsesi milik PT Kaltim Prima Coal, Kalimantan Timur.

Tempo mencoba mengkonfirmasi hal ini kepada Rahmat, namun ia tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. “Langsung ke Gus Ipul (Sekjen PBNU Syaifullah Yusuf) saja yang ditugasi,” ujarnya lewat pesan singkat.  Sementara itu Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf tidak merespons.

ILONA | MAJALAH TEMPO